Supermoon dan Awan Aneh Di Langit, Apakah Merupakan Tanda Akan Terjadinya Gempa Bumi?
- Peristiwa gempa bumi memang kadang di kaitkan dengan hal-hal yang
kadang mistis dan tidak masuk akal. Tetapi tahukah Anda bahwa hal-hal
yang kurang masuk akal itu ternyata bisa di jelaskan secara ilmiah.
Seperti adanya awan yang berbentuk aneh di langit yang kemudian esoknya
terjadi gempa bumi di daerah yang bersangkutan.
Seperti di lansir
vivanews, Senin 4 Juni 2012 pukul 18.18 WIB,
gempa dengan kekuatan 6,1 skala Richter mengguncang Sukabumi, Jawa
Barat. Tepat di malam terjadinya gerhana bulan "
supermoon" - saat satelit Bumi itu berada dalam jarak terdekatnya.
Masyarakat lantas mengaitkan antara
supermoon dan gempa. Bahwa peristiwa astronomi itu menyebabkan pergerakan lempeng Bumi yang memicu lindu.
Yang lain bahkan mengaitkannya fenomena awan tegak lurus di Kota Padang,
Sumatera Barat, Senin siang. Menganggapnya sebagai pertanda bencana,
terutama gempa Bumi.
Ada lagi spekulasi yang menghubung-hubungkan lindu dahsyat 7,6 SR
Padang pada Rabu sore 30 September 2009, yang sebelumnya didahului gempa
Sukabumi 2 September 2009 dengan kekuatan 7,3 SR. Pertanyaan yang
menyeruak, apakah berikutnya Padang yang akan digoyang lindu paska
kemarin?
Ahli Paleotsunami Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Eko Yulianto mengatakan, hubungan antara
supermoon dengan terjadinya gempa masih spekulatif. "Belum ada pola yang bisa dijadikan patokan," kata dia kepada
VIVAnews.com, Senin 4 Juni 2012 malam.
Dia menceritakan, analisa pengaruh daya tarik bulan dan gempa bumi
sudah lama diteliti para ahli. "Sejak tahun 1960-an, USGS sudah
mengkajinya. Belum bisa ditemukan pola hubungan dengan hubungan pasti,"
tambah dia.
Meski ada sejumlah ahli yang berusaha mengaitkannya, polanya tidak
ketemu. Apalagi," banyak peristiwa gempa tidak terjadi di bulan
purnama," tambah Eko.
Demikian pula dengan awan tegak lurus yang diduga pertanda gempa, sama
spekulatifnya. "Bentuk tegak lurus tergantung posisi awan, dan posisi
yang melihatnya," kata dia.
Eko juga tak sepakat dengan anggapan bahwa gempa Sukabumi akan
"menular" ke Padang, seperti yang terjadi pada tahun 2009 lalu.
"Letaknya jauh. Banyak juga gempa Sukabumi yang tak disusul gempa di
Padang. Ini juga spekulatif," kata dia.
Daripada sibuk main tebak-tebakan, Eko mengimbau masyarakat Indonesia
untuk bersiap menghadapi bencana. Sebab, nusantara sejatinya berada di
lingkaran "cincin api" atau "
ring of fire" yang rawan gempa.
"Lebih baik bersiap menghadapi gempa karena itu lebih sering terjadi.
Kalau masyarakat pesisir, selain gempa juga harus bersiap menghadapi
tsunami," kata dia. Tak ada yang bisa menebak, kapan guncangan akan
terjadi.
Salah satu cara adalah memastikan bangunan tahan menghadapi guncangan
lindu. "Kami juga mendorong pemerintah untuk mengkampanyekan pembuatan
ruang panik," kata dia.
Ruang panik tak melulu harus membangun rumah baru yang kuat atau merenovasi rumah dengan biaya mahal.
Panic room bisa
berupa ruangan khusus atau kamar yang sengaja diperkuat. "Atau mebel
seperti tepat tidur yang kuat untuk berlindung saat terjadi gempa," kata
dia.
Sementara, Profesor Riset Astronomi Astrofisika Lembaga Antariksa dan
Penerbangan Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin mengatakan, bulan
purnama bukan penyebab tapi bisa jadi pemicu gempa.
Versi USGS
Dugaan supermoon memicu gempa Bumi bukan hanya milik orang Indonesia, tapi pertanyan warga dunia.
Entah berkaitan atau tidak, sejumlah gempa besar terjadi berdekatan dengan fenomena
supermoon. Salah satunya gempa dan tsunami dahsyat Jepang, 11 Maret 2011 -- terjadi 8 hari sebelum supermoon 19 Maret 2011.
Tak hanya itu, tsunami Aceh 2004 yang merenggut lebih dari 200 ribu
nyawa terjadi dua minggu sebelum supermoon 2005. Begitu juga dengan
bencana angin siklon Tracy yang menyapu Darwin Australia di tahun 1974.
Pertanyaan sama dilayangkan berkali-kali ke Badan Survei Geologi
Amerika Serikat (USGS). Peneliti geofisika USGS, Malcom Johnston
mengatakan, menuding bulan sebagai penyebab gempa bukan ide baru.
"Gagasan mengaitkan bencana alam pada fase bulan sudah dilakukan sejak
zaman Yunani. Sudah ditanyakan sejak ratusan tahun lalu," kata dia
seperti dimuat situs sains
Discovery.
Sementara, ahli geologi USGS, Bill Burton mengatakan, ada banyak faktor
yang mempengaruhi aktivitas seismik. Juga, "ada perbedaan aktivitas
tektonik selama fase bulan yang berbeda."
Meski mengakui, pasang surut laut bisa menimbulkan efek kecil pada
aktivitas tektonik, namun apakah itu bisa menyebabkan gempa, apalagi
dengan kekuatan dahsyat, masih jadi perdebatan. "Beberapa gempa kecil
yang dangkal mungkin bisa terjadi saat purnama atau
supermoon." Peningkatan tekanan air yang disebabkan oleh fase lunar dapat menyebabkan tremor yang sangat kecil."
"Mungkin ada sedikit dorongan yang mengakibatkan lempeng tektonik
menyelinap," timpal Johnston. "Namun, secara keseluruhan, efeknya bisa
diabaikan. Kecuali jika mengambil kesimpulan berdasarkan sepuluh ribu
data gempa bumi, Anda dapat menunjukkan ada hubungan yang signifikan
antara gempa dan pergerakan bulan. Tapi kalau hanya berdasarkan satu
gempa saja, jangan."
Sementara soal awan aneh yang diduga pertanda gempa, situs
USGS
menyebut, pada abad ke-4 Sebelum Masehi, Aristoteles mengajukan teori
bahwa gempa disebabkan angin yang terperangkap di gua-gua di bawah
tanah.
Pergerakan angin yang mendorong atap gua diyakini menyebabkan gempa
kecil, sementara gempa besar diakibatkan udara pecah di permukaan
tanah. Teori ini jadi dasar bagi teori cuaca gempa, di mana diyakini
cuaca akan panas dan tenang sebelum gempa terjadi. Atau lindu dipercaya
akan didahului angin kencang, bola api, dan meteor.
Teori yang lebih modern mengaitkan formasi awan tertentu sebagai pertanda gempa. Ide yang ditolak sebagian besar geolog.