Minggu, 11 Maret 2012

Menulis Tak Membuatmu Berdosa

>>Karena Menulis Tak Membuatmu Berdosa
“Tidak ada orang yang tidak mempunyai rasa takut, betapa pun kecilnya. Rasa takut dan ketakutan adalah hal wajar. Rasa takut, ketakutan dan malas menjadi pertanda kita masih manusia. Yang perlu dihindarkan adalah takut dan ketakutan yang berlebihan, yang tidak berdasar.”


Setiap kata yang tertuang dalam baris-baris kalimat menyampaikan maksud yang hampir sama dengan kata-kata yang terucapkan, menulis dapat digambarkan seperti ’berbicara’ melalui tulisan.

Menjadi seorang jurnalis tidaklah semudah berbicara dengan orang lain di hadapan anda, setiap penulis memiliki gaya menulisnya sendiri-sendiri untuk menyampaikan maksudnya dalam paragraf-paragrafnya, namun yang terpenting bagi seorang penulis adalah rasa percaya diri, karena sebuah tulisan yang dibuat dengan sungguh-sungguh pasti akan dibaca dengan sungguh-sungguh, dan untuk menjadi seorang penulis yang baik harus dimulai dengan menjadi pembaca yang baik.

Dalam hal apapun, kadangkala sesuatu yang dilakukan dengan memaksa dan tidak sesuai dengan mood memang memiliki sense yang berbeda jika kita membuat hal yang memang timbul dari hati. Begitu pula dengan menulis. Seorang penulis akan dengan gampang membuat suatu tulisan jika ia sudah memiliki gambaran mengenai apa yang akan ia tulis, namun sebaliknya jika seorang penulis dipaksa untuk membuat tulisan, maka ia berusaha keras memeras otaknya untuk dapat menghasilkan hasil yang maksimal. Menurut pendapat masyarakat umum menulis merupakan hal yang bisa dibilang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Dan ada pula yang berargumen bahwa menulis adalah hal yang asik dan seru.

Akhir-akhir ini yang sering terdengar melalui telinga, minat menulis seorang pelajar merosot secara drastis.  Bukan hanya malas untuk menulis suatu artikel, pelajar juga cenderung malas untuk membaca. Padahal, membaca adalah salah satu ujung tombak mencapai kesuksesan dalam menulis. Seorang jurnalis harus memiliki sikap tanggung jawab dimana mereka harus bisa bertanggung jawab atas segala tulisan yang mereka buat. Hal itu tidak mematahkan semangat siswa untuk tetap berkerasi. Menulis merupakan salah satu karya seni yang memiliki keindahan sendiri pada tiap kata-katanya. Seorang penulis selalu bisa mengekspresikan kata-kata yang mereka miliki, walaupun sederhana tetapi makna yang terdapat dalam suatu tulisan akan sangat berarti jika si penulis tersebut dapat menentukan ide pokok yang menarik serta menentukan anggle yang pas pada tulisannya. Mencoba untuk menulis tidak saja dengan tulisan yang selalu bernilai berat tetapi kita bisa memulai menulis dengan cara menulis buku harian atau mungkin menulis cerpen yang isinya mengenai pengalaman pribadi. Jika siswa mampu membuat buku harian tiap harinya, otomatis kosa kata dan juga pengembangan kalimat pada tiap tulisan akan selalu berkembang dan menulis akan menjadi pekerjaan yang menyenangkan. Dan untuk mengembalikan minat siswa untuk menulis cobalah untuk mengikuti ekstra kurikuler jurnalistik di sekolah dan mengikuti workshop menulis yang sering dilakukan oleh beberapa Universitas. Jadi selain kita mampu menyalurkan hobby kita juga bisa mendapatkan ilmu menganai cara menulis yang baik dan benar.

Permasalahan lainnya bahkan ada juga rasa takut yang dialami para remaja untuk menulis. “Saya gak minat ikut jurnalistik, karena takut nulis,” ungkap Helena (16). “Saya lebih suka baca daripada nulis. Saya takut nulis. Takut tulisannya gak bagus dan takut dihina, takut dikomentarin juga tulisan yang saya buat. Jadi lebih baik baca aja, ” tambah gadis yang duduk di kelas XI IPA ini. Takut dikritik, dihina, dilecehkan adalah hal yang lumrah. Biarkan saja orang yang suka mengkritik sibuk mengkritik.Dan tidak ada salahnya melumat rasa takut tersebut dengan berbagai cara, dengan menulis misalnya. Bayangkan apabila semua orang hanya ingin membaca, lalu siapa yang akan menyediakan bahan bacaan?

Faktanya kebanyakan orang memang lebih memilih untuk membaca daripada menulis karena berbagai alasan. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh tim MEKAR terhadap 50 responden yang keseluruhan merupakan siswa salah satu SMA diketahui bahwa 41 orang atau sebanyak 82% responden menyatakan mereka tidak memiliki minat untuk menulis. Sementara sisanya sebanyak 9 responden memiliki minat untuk menulis. Berdasarkan survey yang dilakukan dapat dilihat perbedaan yang signifikan antara responden yang memiliki minat menulis dengan respoden yang tidak memiliki minat menulis.

Berdasarkan survey yang dilakukan tim Mekar ada beberapa macam alasan yang menjadi factor berkurangnya minat mereka untuk menulis, terlebih untuk jurnalistik. “Saya gak minat karena merasa memang gak punya kemampuan menulis” ujar Ronny (17) saat dimintai alasan mengenai minat menulisnya. Lain lagi yang diungkapkan oleh Meta salah seorang siswi kelas XI IS mengatakan bahwa minat menulisnya tidak ada karena ia merasa sangat sulit untuk membuat sebuah tulisan yang menarik untuk dibaca. “jangankan untuk dibaca orang lain, untuk dibaca sendiri saja rasanya kurang bagus” ungkapnya lagi.

Rasa takut, tidak percaya diri, sepertinya benar-benar menjadi factor penghambat untuk menulis. Belum lagi masalah mood. Banyak yang malas menulis dengan alasan tidak bisa menemukan mood yang baik. Padahal mood bukan untuk dicari melainkan untuk diciptakan. Menurut Hanan (55), hal ini seharusnya bisa bisa dihilangkan dengan cara menyediakan ruang kepada para siswa untuk dapat mengembangkan keampuannya. Seringkali ditemukan bahwa banyak siswa yang memiliki kemampuan untuk menulis tetapi tidak berminat untuk menulis karena keterbatasan ruang untuk berekspresi. Penyediaan ruang ini diharapakan dapat mengembangkan bakat siswa yang terpendam. Selain itu menurut pria yang selama 23 tahun menjdi guru Bahasa Indonesia ini, untuk dapat mengembangkan minat menulis juga diperlukan tantangan. “Dengan lomba-lomba misalnya, dan juga diperlukan pengarahan agar lebih terarah,” tambah pria yang gemar membaca ini.

Menulis mungkin bukanlah hal yang mudah. Namun semua akan menajdi mudah bila kita berlatih. Menulis layaknya seseorang yang mengendarai sepeda. Jika tidak dikendarai maka tidak akan bergerak. Semula memang masih tidak labil dan sering terjatuh. Namun lama kelamaan akan terus meluncur. Karena itu belajar menulis dengan menulis. Melatih diri, mendenda jiwa agar sadar. Menulis adalah samudera tak bertepi. Jadi, melawan diri, melawan takut akan kekurangan diri. Melawan takut menulis dengan menulis, menulis kata, merangkai kata-kata melumat takut. Untuk apa takut menulis toh menulis tidak membuat dosa.


Narasumber :
http://hazzlesprinkle.wordpress.com/a-r-t-i-c-l-e-s/

0 komentar:

Posting Komentar